Perjudian adalah Kejahatan
Oleh ; Amos Torang Simamora
A.pendahuluan
Merebaknya
judi di masyarakat jelas akan merusak berbagai sistem sosial masyarakat itu
sendiri. Permainan judi, salah satu bentuk penyakit masyarakat (pekat) yang
selalu muncul dan sangat sulit diberantas dari masa ke masa, Pelakunya, mulai
dari bandar sampai kaki tangannya pun seolah tidak ada habisnya menjajakan
berbagai macam judi ditengah masyarakat. Mulai dari judi ala tradisional,
seperti togel sampai dengan judi via SMS bahkan online di dunia maya dan kopyok
serta sabung ayam. Sangat disayangkan bahwa di negeri kita ini begitu
memperihatinkan sehingga para penjudi
didominasi oleh kalangan menengah kebawah yang kehidupan ekonominya pas-pasan.
Akibat
berharap mendapatkan keberuntungan dan mengadu nasib, alhasil sedikit demi
sedikit uang didompet habis, kemudian harta benda dijual, rumah dan tanah
digadaikan. sementara para pelaku mulai dari bandar sampai kaki tangannya pun
seolah tidak ada habisnya menjajakan berbagai macam judi ditengah masyarakat.
Praktek perjudian dari berbagai sisi dipandang berdampak negatif. Namun disisi
lain ada pihak-pihak tertentu yang menunjukkan bahwa keuntungan judi dapat
memberikan kontribusi bagi Pembangunan.
“ Masih ingatkah anda bahwa sempat terkabar issue bahwa permainan judi
sempat akan di legalkan ? ” gagasan
untuk melegalkan permainan judi ini pernah terkabarkan atau bergulir dalam
beberapa tahun lalu di dalam negeri, yakni pulau Seribu dan pulau samosir.
Memang bila ditinjau dari penghasilan permainan judi terlepas dari keuntungan
yang menggiurkan siapapun orangnya, dampak negatif judi lebih besar
dibandingkan dampak positifnya.Ditinjau dari aspek aspek sosial perjudian menimbulkan penyebab kemiskinan, perceraian, anak terlantar dan putus sekolah, serta membudayakan kemalasan, juga bersifat kriminogen, yaitu menjadi pemicu untuk terjadinya kejahatan yang lain, sehingga menjadikan kesenjangan sosial dan mental bagi masyarakat terutama terhadap generasi muda. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya dan terhindarnya ekses-ekses negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian.
Demi mendapatkan uang berjudi, para penjudi bisa saja melakukan perampokan, mencuri, korupsi, membunuh dan KDRT. Disisi lain, bisnis judi juga merupakan simbiosis dari bisnis kejahatan lain seperti prostitusi dan narkoba.
Meningkatnya
para pembeli merupakan salah satu fakta sosial bahwa judi menjadi hal yang
biasa dimasyarakat kita sebab permainan
judi telah dianggap hanya sekedar
permainan. Serta merupakan suatu kebiasaan belaka dan bukan lagi sebagai pelanggaran
terhadap norma agama, norma kesusilaan, norma adat dan norma hukum. Dari aksi
coba-coba, ketagihan dan akhirnya bangkrut dan jatuh miskin, tadinya kaya raya
tanpa terasa atau disadari berjudi akhirnya menjadi peminta-minta.
B. Perspektif hukum perjudian
B. Perspektif hukum perjudian
Dalam perspektif hukum, perjudian
merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat.
Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.
Mengenai batasan perjudian sendiri diatur dalam Pasal 303 ayat (3) KUHPidana sebagai berikut :
Mengenai batasan perjudian sendiri diatur dalam Pasal 303 ayat (3) KUHPidana sebagai berikut :
“Yang disebut permainan judi adalah
tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung
bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau
lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau
permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba
atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”.
Dalam
pasal 2 ayat (1) UU. No.7 1974 hanya mengubah ancaman hukuman pasal 303 ayat
(1) KUHPidana dari 8 bulan penjara atau denda setinggi-tingginya 90.000 rupiah
menjadi hukuman penjara selama-lamanya 10 tahun atau denda sebanyak-banyaknya
25 juta rupiah. Di dalam pasal 303 ayat (1)-1 Bis KUHPidana dan pasal 303 ayat
(1)-2 Bis KUHPidana memperberat ancaman hukuman bagi mereka yang mempergunakan
kesempatan, serta turut serta main judi, diperberat menjadi 4 tahun penjara
atau denda setinggi-tingginya 10 juta rupiah dan ayat (2)-nya penjatuhan
hukuman bagi mereka yang pernah dihukum penjara berjudi selama-lamanya 6 tahun
atau denda setinggi-tingginya 15 juta rupiah.
Pasal 303 KUHPidana jo. Pasal 2 UU No. 7
Tahun 1974 menyebutkan:
(1)
Diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak
dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat ijin :
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya. maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
Terkadang
permainan judi sangat tidak adil sebab bila anda menang atau kalah, anda pasti
tetap melakukan pembayaran sejumlah uang. Ironisnya, sekalipun secara eksplisit
hukum menegaskan bahwa segala bentuk “judi” telah dilarang dengan tegas dalam
undang-undang, namun segala bentuk praktik perjudian menjadi diperbolehkan jika
ada “izin” dari pemerintah.Perlu diketahui masyarakat bahwa Permainan Judi (
hazardspel ) mengandung unsur ; a) adanya pengharapan untuk menang, b) bersifat
untung-untungan saja, c) ada insentif berupa hadiah bagi yang menang, dan d)
pengharapan untuk menang semakin bertambah jika ada unsur kepintaran,
kecerdasan dan ketangkasan
Sepertinya
pengaturan tentang “judi” terdapat pengaturan yang saling bertentangan, disatu
pihak UU No.7 tahun 1974 Jo. pasal 303 KUHPidana yang mengatur tentang “judi”
bisa diberi izin oleh yang berwenang, disisi lain bertentangan dengan aturan
pelaksanaannya, yaitu PPRI No.9 tahun 1981, yang melarang “judi” (memberi izin)
perjudian dengan segala bentuknya. Memang secara azas theory hukum, PPRI No.9
tahun 1981 tersebut dengan sendirinya batal demi hukum, karena bertentangan
dengan peraturan yang di atasnya.
C. Etika dan Profesionalitas penegak hukum
Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHPidana maupun UU No. 7 tahun
1974 ternyata masih mengandung beberapa titik kelemahan. Adapun beberapa
kelemahannya adalah :
1. Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana
2. Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman, tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam praktek peradilan, jaksa penuntut umum acap kali melakukan perbedaan dalam setiap pembuatan atau melakukan tuntutan terhadap para terdakwa kasus perjudian, dan demikian juga terhadap majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan.
3. Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya. Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang berwenang.
Etika itu sendiri tercipta dari
endapan sejarah, budaya, kondisi sosial dan lingkungan dengan segala aspek dan
prospeknya. Internalisasi dan penerapan etika kepolisian yang tidak mantap,
merupakan faktor penyebab kurang dalamnya pendalaman etika, sehingga polisi
ditingkat pelaksanaan sangat labil, mudah goyah dan terombang-ambing dalam
gelombang dan gegap gempitanya perubahan dalam pembangunan jati diri yang
sejati.
Peruntukan etika sebenarnya memperkuat hati nurani yang baik dan benar dari diri pribadi, sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan bahwa hidupnya, pengabdiannya, pelaksanaan tugasnya dan tingkah lakunya adalah berguna, bermanfaat bagi masyarakat, dan karenanya dia dihargai, diterima, bahkan ditempatkan secara terhormat didalam masyarakat. Kepolisian hanya dapat menindak perjudian yang tidak memiliki izin, walaupun judi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai seluruh agama yang dianut.
Guna menghindari adanya tindakan
anarkisme dari kalangan ormas keagamaan terhadap maraknya praktik perjuadian
yang ada, maka sudah seharusnya Pemerintah bersama DPR tanggap dan segera
membuat perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang “ larangan
praktik perjudian” yang lebih tegas, khususnya larangan pemberian izin judi
di tempat umum atau di kota-kota dan di tempat-tempat pemukiman penduduk, agar negara kita sebagai negara yang
berdasarkan Pancasila dimana masyarakatnya yang religius tetap terjaga. Kepolisian
pada intinya merupakan aparat penegak hukum yang bertanggung jawab atas
ketertiban umum, keselamatan dan keamanan masyarakat. Sehingga dengan adanya
etika kepolisian mampu dijadikan barometer oleh pihaknya untuk menjadikan
pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum.
D. Penutup
Dalam persoalan penanggulangan permainan judi ini, selain
upaya represif dari aparat penegak hukum, upaya preventif dari pemerintah
daerah dan masyarakat juga sangat berperan penting. Pemda melalui instansi
terkait dan tokoh agama dan tokoh masyarakat harus terus melakukan sosialisasi
bahaya judi dan dampak sosial serta hukumnya. Masyarakat dan perangkat
pemerintah sampai ke tingkat RT harus aktif dalam pencegahan terjadinya praktek
judi dilingkungannya,
maka perlu upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis, tidak hanya dari
pemerintah dan aparat penegak hukum saja, tetapi juga dari kesadaran hukum dan
partisipasi masyarakat untuk bersama-sama dan bahu membahu menanggulangi dan
memberantas semua bentuk perjudian.